Senin, 03 November 2014

Tak habis fikir

“Tak habis fikir. Ini tahun ketiga. Tahun terakhir. Tahun kelulusan. Dan tahun penentuan.
Tak habis fikir, waktuku tinggal sebentar lagi. Untuk sekedar menatap mereka, bercanda dengannya maupun berdiskusi dengan semua di tempat yang mungkin akan menjadi sejarah nantinya.
Tak habis fikir, usiaku juga semakin dewasa. Tak cocok lagi sebenarnya makan biskuit milna ataupun bubur serelac, ah tapi…tidak apa-apa._.
Tak habis fikir, aku sudah menjadi seorang kakak disaat aku masih menganggap diriku sendiri sebagai adik disini. Ah, bocah…
Tak habis fikir, akan bertemu orang-orang baru dengan lingkup yang lebih heterogen di luar sana. Di sebuah tempat pencarian ilmu yang selalu aku mimpikan. Amiin…
Tak habis fikir, 3 bulan lagi. Kembali menghadapi sang ujian yang akan menjadi ujian nasional terakhir setelah menempuh 12 tahun pendidikan selama ini.
Tak habis fikir, 5 bulan lagi. Dari yang sebelumnya hanya selalu menatap iri kakak-kakak yang ‘dipajang’ dengan balutan jas serta gaun dengan cantiknya, dalam kurun waktu 5 bulan lagi aku dan yang lainnya juga akan merasakannya. Amiin…
Tak habis fikir, adik perempuanku yang seperti anak SD, juga akan memasuki dunia SMA. Melihatnya memakai baju putih biru saja masih sangat……eng……tabu?(..sorry btw—v) apalagi melihatnya memakai baju putih abu-abu?
Tak habis fikir, begitupula dengan adik laki-lakiku yang mulai beranjak ke kelas 5 SD. Ya walaupun masih SD, tapi nyatanya aku melihat dia ‘lebih besar’ daripada adik perempuanku. Padahal rasanya baru kemarin aku ditinggal ibu untuk melahirkannya._. “
Tak habis fikir, kenapa aku tiba-tiba tergerak membuat tulisan yang tidak-habis-fikir seperti ini?-_- entahlah, tapi kalau di fikir-fikir, beranjak dewasa itu sedih ya. Rasanya belum siap meninggalkan zona ‘main-main’ yang sampai sekarang pun aku masih, kok, dalam zona itu. Sebenarnya yang paling sedih saat beranjak dewasa itu…ketika kamu beli biscuit milna dan bubur serelac rasa kacang hijau atau beras merah yang enaaaaaaaaaaak banget itu dan kamu diliatin sama mbak-mbak kasirnya dengan tatapan ‘ini buat adiknya, mbaknya atau….anaknya?’ (naudzubillah-_-). Padahal nggak ada salahnya juga kan, orang yang sedang beranjak dewasa memakan makanan untuk bayi berusia 4 sampai 6 bulan? Nggak bakal keracunan kan? ya paling…..nggak kenyang. Dan tingkatan kedua tersedih saat kamu beranjak dewasa adalah ketika kamu mulai jatuh cinta. Aduh melankolis banget, tapi seriusan. Rasanya kangen sama zaman TK yang sumpah-itu-bocah-banget pernah nangis gara-gara ngeliat temen pakai cincin dan temen itu ngakunya dia udah TUNANGAN sama temen cowok di TK yang waktu itu aku suka. Entah itu namanya first love, cinta monyet atau apapun tapi itu lebay gila. Sampai sekarang baru mikir, kenapa dulu tuh rasanya dongdong banget ya percaya aja kalau anak TK udah bisa tunangan. Tapi itu yang bikin kangen. Saking polosnya. Kalau sekarang? Ah, kalian pasti jauh lebih mengerti. Bahkan aku sendiri belum bisa membedakan antara kagum, suka maupun cinta. Let it flow, lah.
Sudah, sudah. Tapi, mau sedih-kesal-risau-gundah-err apapun namanya, pasti semuanya akan beranjak dewasa. Meninggalkan zona nyamannya sendiri, mencari kehidupan lain di luar sana agar hidup tidak hanya monoton dan statis. Masih ingat juga kan rasanya waktu SD dulu melihat sepupu sudah memakai seragam putih abu-abu atau malah sudah kerja (yang waktu itu dilihat mungkin kebebasan) dan pengen cepat-cepat besar juga. Ah, dasar manusia. Dewasa salah, kecil salah.
Yap. Segalanya akan datang bertahap. Berputar. Dan kamu akan merasakan apa yang sebelumnya sangat ingin kamu rasakan sewaktu kecil dulu. Menjadi makhluk yang beranjak dewasa.
Dan sekali lagi, tak habis fikir, aku akan menjadi makhluk yang beranjak dewasa. Bismillah…


This post is purposed for this blessed month, November
Welcome, November. I'm ongoing!