Senin, 27 Oktober 2014

Jika Aku Jatuh Cinta

Nyari ide puisi buat muhadharah, dan hm... ya akhir-akhir ini anak IC (terutama kelas 3 akhwat kayaknya) ngomonginnya ya itu-itu aja. You-know-what lah, girls talk. Dan atas banyak rekomendasi, puisi ini lah yang akhirnya saya search di google. 
(fyi setelah meresapi kata-katanya saya....hm terharu?bisa dibilang:')) enjoy!

"Ya Allah …. Jika aku jatuh cinta,
Cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu
Agar bertambah kekuatanku untuk mencintai-Mu.
Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta,
Jagalah cintaku padanya agar tidak melebihi cintaku pada-Mu
Ya Allah… jika aku jatuh cinta,
Ijinkanlah aku menyentuh hati seseorang yang hatinya tertau pada-Mu
Agar tidak jatuh aku dalam jurang cinta semu.
Ya Rabbana…. Jika aku jatuh cinta
Jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling dari-Mu
Ya Rabbul Izzati… jika aku rindu,
Rindukanlah aku pada seseorang yang merindui syahid di jalan-Mu.
Ya Allah… jika aku rindu,
Jagalah rinduku padanya agar tidak lalaui aku merindui syurga-Mu.
Ya Allah… jika aku menikmati cinta kekasih-Mu,
Janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya bermunajat di sepertiga malam terakhir-Mu.
Ya Allah… jika aku jatuh hati pada kekasih-mu,
Jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang menyeru manusia kepada-Mu
Ya Allah…jika Kau halalkan aku merindui kekasih-Mu,
Jangan biarkan aku melupakan aku pada cinta hakiki dan rindu abadi hanya kepada-Mu
Ya Allah…Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini
Telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa
Dalam taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-Mu,
Telah berpadu dalam membela syari’at –Mu.
Kukuhkanlah Ya Allah ikatanya, kekalkanlah cintanya.
Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini
Dengan Nur-Mu yang tiada pernah padam.
Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan
Keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu……."
Jika Aku Jatuh Cinta - Sayyid Qutb
(ps: doain yaaa biar muhadharahnya lancar dan nggak grogi:DD)


Lelah?

       Intensif. Lagi, lagi dan lagi. Entahlah, tapi baru sekarang kerasa banget bagaimana rasanya. Capek? Iyalah. Hidup dimulai dari jam 4 pagi dan kembali pada jam 11 malam. Ya itu sih kalo nggak ulangan. Kalo sedang UAS atau UTS yang pelajarannya kira-kira ‘mematikan’, banter jam 12-1an deh baru tidur.
Akhir-akhir ini mungkin bisa dibilang jauh lebih padat. Masalahnya ngeselin. Karena UTS kemarin yang menyebabkan nggak ada intensif sekaligus libur idul adha (fyi seminggu tiga kali intensif), jadi intensifnya bablas senin sampai jumat. Sedih, kapan nyucinyaT-T. Dan….hm akhir-akhir ini malah jadi membingungkan. Serasa di PHP in karena katanya hari kamis intensif sebagai pengganti hari rabu yang kepotong karena studi lapangan, dan ternyata? Nggak ada intensif. Entahlah KatamCup jadinya jadi atau nggak.
Sebenernya tujuan saya nulis lagi disini adalah (aaaaah udah lama nggak buka blog)…hm bukan buat ngeluh insya Allah. Emang sih suka banget ngeluh kalau dipikir-pikir. Capek lah, ngantuk lah, pusing lah yah macem-macem deh, sampe akhirnya saya membaca sepenggal kata di notes Umi—teman isengan saya._. yang baik sekali. Bijak banget kata-katanya, sampe akhirnya saya malu karena selalu bilang ‘ah capek’.
Intinya, dalam notes Umi itu, isinya adalah…hakikat capek itu sendiri._. ya gimana ya, pokoknya intinya (jadi ini inti di dalam inti, ya? ah gatau ah) kita gatau gimana batas kita bisa bilang ‘capek’. Sementara kita semua udah tau, tempat kita istirahat atau istilah kerennya ‘me time’ seorang muslim adalah surga. Dan…karena kita nggak tau batas capek dan  kita udah tau kalo suatu hari nanti kita akan punya waktu ‘me time’ yang bener-bener ‘me time’(?) (amiiin), apakah kita layak kalau cuma kaya gini aja kita bilang kalau kita sudah capek dan berharap punya ‘me time’ yang bener-bener ‘me time’? (ah aku bingung semakin berputar-putar. Tapi, get it, kan?._.)
Nah, dari situ saya langsung merenung sebentar. Mengingat mimpi-mimpi saya yang tentu saja ingin semuanya saya wujudkan, dan ikhtiar ini merupakan salah satu bagian penting untuk meraih cita-cita tersebut. Ah, ini belum seberapa. Belum seberapa dibanding orang-orang besar diluar sana, mungkin itulah sekilas yang saya pikirkan. Saya pun langsung melihat kebawah. Mungkin keberadaan saya disini sebagai siswa jauh lebih beruntung daripada siswa lain yang ada disana yang juga sedang menuntut ilmu. Kita sama-sama punya cita-cita, tapi sebagian yang lain selain belajar juga bekerja untuk sekadar menambah uang jajan atau membantu orang tuanya. Sementara saya dan 360 siswa lainnya disini difokuskan untuk belajar. Makan? Nggak nyuci plato sendiri, kan?
Lalu saya menghela nafas sebentar. Memberikan notes itu kepada Umi. Dan berterimakasih padanya. Ah, ternyata saya belum berhak untuk berkata capek. Astaghfirullah…

Terimakasih, UmiJ